Selasa, 27 April 2010

LESSON STUDY SEBAGAI SALAH SATU CARA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU

LESSON STUDY SEBAGAI SALAH SATU CARA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU
Oleh: Dwi Wahyu Ariani, S.Pd.
(Guru SMP Negeri 1 Klari)


Profesi guru saat ini terus disorot oleh semua pihak yang ada di negara ini. Tidak semakin gampang menjadi guru, tetapi tanggung jawab yang besarlah ada di atas pundak mereka. Guru bukan lagi sekedar subjek dalam dunia pendidikan. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Banyak sumber belajar yang bisa digunakan seseorang dalam belajar. Tapi semua sumber itu jelas berbeda bila dibandingkan dengan guru.
Guru dituntut untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan. Guru diharapkan dapat profesional. Dikatakan profesional apabila guru telah memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi. Kualifikasi akademik maksudnya seorang guru harus memiliki dasar pendidikan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki dan diajarkan. Untuk tingkatan SD pendikikan minimal D2/ D3 (PGSD), sedangkan untuk SMP/ SMA guru di harapkan memiliki pendidikan minimal S-1.
Guru yang profesional juga harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi itu.
Kompetensi paedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik. Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimiliki.
Kompetensi kepribadian yaitu memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
Kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi.
Kompetensi sosial yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektik dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Unsur guru profesional yang ketiga adalah sertifikat. Guru yang sudah memiliki persyaratan tertentu dapat mengikuti sertifikasi baik dengan cara pemberian sertifikat secara langsung, melalui portofolio ataukah dengan diklat sertifikasi terlebih dahulu.
Tetapi yang jadi pertanyaan, benarkah guru yang sudah disertifikasi tersebut sudah memiliki kompetensi yang baik dan dapat disebut guru yang profesional? Beberapa pihak mengatakan “Jelas sudah profesional“. Tapi tak sedikit pula yang mengatakan “ragu-ragu“. Tidak penting mungkin jawaban tersebut. Sudah sertifikasi atau belum yang jelas guru harus terus belajar.
Nah, masalahnya, pembelajaran yang bagaimanakah yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme guru?
Pada tahun 1945, Negara Jepang hancur karena bom yang meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki. Setelah kehancuran itu, bukan harta benda, aset harta yang masih tersisa, ataupun kekayaan alam apa yang masih dapat diselamatkan, tapi pemerintah Jepang mendata, berapa guru yang masih tersisa? Luar biasa. Jepang tahu persis bahwa di tangan gurulah Negara Jepang menggantungkan harapan. Dengan sedikit guru yang ada, mereka menciptakan suatu model pembelajaran yang disebut dengan .......................
Semua negara di dunia, saat itu, mungkin merasa heran. Tapi Jepang tahu betul bahwa ia bukan negara yang kaya dengan sumber alam. Aset satu-satunya yang berpotensi besar untuk memajukan negaranya adalah pendidikan.
Keberhasilah Jepang menarik minat para pakar dari negara Eropa, Amerika, dan Australia untuk mempelajari dan mengembangkannya di negaranya masing-masing. Dari sinilah sebenarnya Lesson Study mulai lahir.
Lesson Study adalah Model pembinaan (pelatihan)profesi pendidik melalu pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning sehingga terbangun komunitas belajar( Lesson Study, 2008: 12).
Tiga tahap dalam pengkajian pembelajaran Lesson study meliputi:
1. Plan
Plan atau perencanaan adalah tahapan guru mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang harus mempertimbangkan kegiatan siswa dengan mengacu pada 4 hal, yaitu Daily Activity, Hand On, Mind On, dan Local Material
2. Do
Do atau pelaksanaan adalah kegiatan guru model melakukan open lesson dengan ada observer di dalam kelas untuk yang berisi 3 pertanyaan yaitu, Apakah seluruh siswa belajar, bagaimana prosesnya?
Apakah ada siswa yang tidak belajar, mengapa?
Bagaimana cara guru mengatasi siswa yang tidak belajar?
3. See/ Reflekse
Reflekse adalah tahapan observer dan guru model merefleksikan efektivitas kegiatan pembelajaran sebagai bahan belajar yang dapat dijadikan alat untuk memberikan masukan pada seluruh pihak yang terlibat dalam open lesson.
Saat ini di Indonesia, beberapa universitas telah mengembangkan model pembelajaran yang disebut dengan Lesson Study. Dengan piloting pelajaran MIPA maka Lesson Study sudah diterapkan untuk semua mata pelajaran. Dengan didanai oleh Yayasan Sampoerna Fondation dan bekerja sama dengan UPI, maka diadakanlah kegiatan LS MGMP MIPA,LSBS (Lesson Sudy Berbasis Sekolah), Pelatihan Fasilitator, dan LS Kepala Sekolah.
Menurut Prof. Dr. Asep, sasaran pelatihan guru yang berbentuk Lesson Study ini bukanlah sekolah dengan fasilitas yang tinggi, tetapi justru pada sekolah dengan standar menengah ke bawah dengan harapan semoga kegiatan ini dapat membawa perubahan ke arah yang baik walaupun itu sedikit demi sedikit. Kegiatan LS haruslah didasarkan pada fasilitas yang ada di sekolah dengan tidak memaksakan diri untuk melengkapi sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Guru diharapkan dapat menggali potensi yang dimiliki oleh sekolah sehingga dalam kenyataan kegiatan pembelajaran itu bukanlah sesuatu yang nisbi yang hanya terlihat bagus di luarnya padahal pada kenyataannya tidak dapat dilaksanakan dalam pembelajaran sehari-hari.
Partisipasi aktif dari seluruh pihak yang terkait dengan dunia pendidikan, langsung maupun tidak langsung, akan sangat membantu keberhasilan program ini. Partisipasi yang sangat utama adalah dukungan dinas pendidikan setempat, kepala sekolah, komite sekolah, dan khususnya guru. Partisipasi itu akan menjadi motor penggerak kegiatan ini. Tenaga, waktu, dan biaya yang tidak sedikit akan membuahkan hasil peningkatan mutu pendidikan dan terciptanya masyarakat belajar di lingkungan guru itu sendiri.
Kegiatan LSBS dalam waktu satu tahun dilaksanakan dalam 2 putaran (semester). Masing-masing putaran terdiri atas 5 pertemuan, meliputi:
1. Sosialisasi Lesson Study
2. Penyusunan RPP yang baik (Plan)
3. Open Lesson (Tahap Plan, Do, dan See)
SMP Negeri 1 Klari adalah salah satu sekolah yang mendapatkan program LSBS dari SFTI dengan narasumber dari UPI. LSBS adalah kegiatan LS yang berbasis pada MGMP di sekolah. Jadi seluruh guru dari seluruh mata pelajaran di sekolah dapat mengadakan Open Lesson. Putaran LSBS di SMPN 1 Klari telah memasuki 3 putaran, yaitu:
1. LSBS Putaran I dilaksanakan bulan Januari -April 2009
2. LSBS putaran I bulan Juli –November 2009
3. LSBS putaran III Februari- April 2010 (masih dalam pelaksanaan)
Dari dua kali putaran LSBS penulis mendapatkan hal-hal sebagai berikut:
Partisipasi, Pelaksanaan, dan Pasca Open Lesson.
A. Partisipasi
1. Guru yang telah menjadi guru model dalam Open Lesson ada 12 orang dari seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah
2. Prosentase partisipasi guru dalam LSBS per semester
a. Putaran I partisipasi guru sebesar 80 %
b. Putaran II partisipasi guru sebesar 75 %
Presentase kehadiran guru tidak bisa maksimal karena:
a. Kegiatan LSBS bersamaan dengan LS MGMP/ Fasilitator bidang studi IPA
b. Sebagian guru harus mengajar di kelas jauh (SMP Purwasari) dan mengajar
kelas siang
c. Bersamaan dengan kegiatan pelatihan guru-guru RSBI
3. Partisipasi Pengawas, Dinas, Komite Sekolah pada kegiatan Open Lesson sudah terlihat, terbukti dengan kehadirannya dalam sosialisasi atau pun ketika pelasanaan Open Lesson.
B. Pelaksanaan
1. Suasana Open Lesson
a. Sikap siswa dalam pembelajaran
• Pada awal pembelajaran siswa masih merasa grogi karena kehadiran obsever dan kegiatan yang didokumentasikan masih asing bagi mereka
• Siswa pada umumnya masih bingung jika guru model memberi tugas yang kurang jelas
• Selama pembelajaran beberapa karakter siswa dapat terlihat yaitu antara siswa yang aktif dan pasif
• Setelah beberapa waktu berlalu, siswa sudah dapat beradaptasi dan dapat belajar dengan biasa
• Siswa pada umumnya aktif dan antusias mangikuti pembelajaran.
b. Kolaborasi antarsiswa
• Pembelajaran dilakukan secara berkelompok
• Kelas disetting dengan berkelompok yang anggota kelompok sudah dipersiapkan sebelumnya oleh guru model.
• Kerjasama antarsiswa pada umumnya terbangun sangat baik, baik dari pembagian tugas maupun dari dialog dalam diskusi untuk menyelesaiakan tugas dari guru model
• Pembagian kelompok yang tidak proporsional penyebarannya antara yang aktif dan pasif akan tampak dengan jelas
• Pembelajaran berkelompok memberi kesempatan pada siswa untuk bertukar pendapat dan belajar saling menghargai pendapat siswa lain
c. Keberanian siswa bertanya dan menyampaikan pendapat
• Siswa masih ada yang ragu-ragu untuk bertanya jawab baik dengan guru maupun siswa lain.
• Pada umumnya siswa akan bertanya bila diberi kesempatan bertanya oleh guru dan jarang yang berinisiatif untuk bertanya duluan.
• Siswa yang berpendapat pada umumnya adalah siswa yang aktif di kelas.
• Keberanian siswa bertanya dan berpendapat dalam pembelajaran perlu terus dipupuk agar pembelajaran semakin menyenangkan
d. Pemahaman siswa terhadap materi ajar setelah open lesson
• Guru model memberikan post tes di akhir pembelajaran, tetapi hasil post tes tidak langsung disampaikan
• Pada umumnya, menurut guru model, penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan dalam open lesson akan lebih baik karena siswa terlibat secara langsung dalam pembelajaran
e. Sikap observer
• Observer pada awal open lesson yang pertama masih bingung karena kurang jelasnya perihal yang diamati, tetapi setelah lembar observasii dibagikan kepada observer, mereka mulai mencatat dan terlihat antusias untuk menuliskan apa yang diamati
• Masih ada observer yang ngobrol ketika melakukan observasi
• Observer tidak hanya mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, tetapi masih ada yang mengamati guru modelnya.
2. Suasana Refleksi
a. Moderator
• Kegiatan Open Lesson dimoderatori oleh panitia kegiatan LSBS, fasilitator kegiatan LSBS MGMP dan guru SMPN 1 klari
b. Sikap Guru dalam Diskusi
• Semua guru diberi kesempatan untuk mengemukakan hasil observasinya sehingga apa yang telah dicatatnya dapat dekemukakan dalam diskusi
• Pendapat guru dalam mengemukakan hasil observasinya sangat
beragam (keaktif/pasifan belajar siswa, strategi pembelajaran,
keragaman media yang digunakan, manfaat dari kegiatan open lesson,
dll.)
• Suasana kekeluargaan, keterbukaan , dan kedekatan antarguru sangat dirasakan, walaupun kadang-kadang kelelahan terlihat dari wajah mereka. Karena ada di antara guru yang melucu ketika refleksi maka terpecahlah suasana yang tegang dan kelelahan tsb. Bahkan narasumber dari UPI kadang-kadang ikut tertawa terbahak-bahak saat refleksi di SMPN 1 Klari.
c. Kualitas Diskusi
• Diskusi semakin berkualitas dan menarik karena materi yang didiskusikan berkaitan langsung dengan kegiatan sehari-hari yang dialami oleh guru.
• Guru dapat menyampaikan kendala yang dihadapi dalam penyusunan RPP maupun pelaksanaan dalam pembelajaran kepada narasumber sehingga apa yang didiskusikan actual dan langsung dapat dipraktikkan dalam pembelajaran.
• Pada umumnya guru menunggu informasi terbaru dari narasumber untuk didiskusikan karena guru haus akan ilmu.
• Hal-hal yang disampaikan oleh narasumber sangat berarti bagi guru sebagai bahan masukan .
d. Hasil Diskusi.
• Hasil diskusi dapat dijadikan acuan untuk perbaikan pembelajaran baik persiapan maupun pelaksanaan
• Guru harus memberikan apersepei yang menarik sehingga siswa tertarik tetang apa yang akan dipelajari
• Tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar harus disampaikan dengan jelas agar anak mengetahui apa yang akan dipelajari
• Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang berbasis hands-on activity, daily life, dan local material
• Pembelajaran harus berfokus pada kegiatan siswa dan bukan guru
• Materi pembelajaran perlu dikaitkan dengan pelajaran lain (Berintegral)
• Guru harus memberikan instruksi yang jelas sehingga siswa tidak bingung
• Pembagian kelompok harus mempertimbangkan pemerataan kemampuan awal siswa
• Memahami karakter siswa akan memudahkan guru dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam proses pembelajaran
• Guru jangan terlalu dipusingkan dengan strategi pembelajaran yang bermacam-macam
• Pendapat siswa benar atau salah harus dihargai
• Kemampuan guru dalam mengelola kelas harus terus diasah
• Kemampuan guru untuk menarik minat siswa agar bertanya atau menjawab perlu dikembangkan agar siswa dapat menumbuhkembangkan keberanian berbicara di depan umum
• Seni mengajar antara guru yang satu dengan yang lain berbeda
• LKS harus dibuat secara jelas
• Savety dalam kegiatan yang menggunakan benda berbahaya harus disampaikan sebelum kegiatan dilaksanakan
• Pembelajaran yang memenuhi kebutuhan siswa dengan tipe belajar visual, auditorial, dan kinestetik akan membantu tersampaikannya tujuan pembelajaran
• Aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik harus diperhatikan guru
• Hasil evaluasi yang dilakukan guru kepada siswa harus diberitahukan kepada siswa agar mereka dapat mengukur ketercapaian pembelajaran
• Penilaian proses harus disampaikan secara langsung setelah proses belajar berakhir
• Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi untuk mata pelajaran tertentu
• RPP yang terbaik adalah RPP yang dibuat sendiri oleh guru dengan disesuaikan dengan keadaan yang ada di sekolahnya
• Kegiatan open lesson adalah kegiatan mengamati kegiatan siswa bukan mengamati gurunya
• Pengetahuan yang bertambah menjadi modal guru untuk lebih mengembangkan dirinya untuk menuju guru professional

C. Pasca Open Lesson
1. Tindak lanjut open lesson terhadap pembelajaran sehari-hari
• Guru sering melakukan tukar pendapat untuk persiapan pembelajaran yang akan dilakukan di kelas
• Pengetahuan tentang cara mengajar yang baik membawa perubahan dalam pembelajaran
• Guru dapat menerapkan berbagai macam strategi pembelajaran untuk materi yang berbeda-beda
• Pembelajaran tidak didominasi oleh guru, tetapi lebih memfokuskan pada siswa
• Apersepsi yang menarik akan lebih digali karena dapat menarik minat awal siswa untuk belajar
2. Dampak lesson studi terhadap sikap siswa dan guru
• Sikap guru lebih terbuka menerima kritik dan saran dari rekan guru yang lain
• Kolegalitas antar guru terbangun sehingga memudahkan guru untuk bertukar pendapat tentang pembelajaran
• Sikap menghargai kelebihan dan kekurangan guru merupakan pelajaran yang diambil dalam kegiatan ini.
• Siswa lebih menghargai guru karena mereka jadi lebih memahami bahwa bukan siswa saja yang belajar, tetapi guru juga belajar
• Siswa merasakan bahwa dengan bervariasinya strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan menantang kemampuan mereka
• Siswa lebih aktif belajar karena pembelajaran tidak berfokus hanya pada guru tetapi justru pada siswa itu sendiri
• Siswa jadi terbiasa dengan pembelajaran yang diamati oleh beberapa guru sebagai observer
3. Hasil belajar siswa
• Hasil belajar siswa lebih meningkat dengan pembelajaran yang lebih baik yang dilakukan oleh guru
• Siswa mendapat hasil pembelajaran tidak hanya dalam peningkatan nilai tapi juga pengalaman yang mungkin akan lebih dapat diingat karena mereka mengalami dan menemukan secara langsung bukan hanya bersifat teori semata
4. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah
• Masyarakat dunia pendidikan banyak yang tertarik dan datang secara langsung ke SMPN 1 klari untuk melihat proses pelaksanaan open lesson (Guru SMP Purwasari, Guru SMPN 1 Cikarang Utara)
• Guru-guru dari sekolah lain banyak yang meminta petunjuk cara penyusunan RPP yang lebih baik dan lengkap
• SMPN 1 Klari dipercaya menjadi basecamp dari beberapa kegiatan yang dilakukan baik oleh MGMP maupun Komisariat, serta kegiatan tingkat Kabupaten
• Masyarakat umum lebih memberi kepercayaan terhadap SMPN 1 Klari ini
terbukti dari jumlah rombel yang dulu hanya 30 pada tahun pembelajaran ini menjadi 37 rombel
Pelaksanaan LSBS di SMPN 1 Klari dapat menjadi kegiatan yang nyata dalam meningkatkan profesionalisme guru dan bukan sekedar teori belaka yang akan cepat dilupakan. Kegiatan ini tidak akan ada maknanya jika guru tidak menerapkan secara langsung hasil yang didapat dalam LSBS. Perubahan sedikit demi sedikit akan jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali,
Semua akan kembali kepada guru yang terjun secara langsung dalam dunia pendidikan. Dalam rangka mempersiapkan generasi muda yang mandiri mampu secara praktik maupun teori maka guru harus terus belajar agar siswa yang kita ajar kelak siap menjawab tantangan zaman yang terus berkembang. Berpikiran terbuka, terus membangun kolegalitas, terus belajar dan berani mencoba sesuatu yang baru akan dapat membantu guru dalam menemukan pembelajaran yang terbaik. Tidak ada pembelajaran yang sempurna karena kesempurnaan itu hanya milik Allah semata. Kita sebagai manusia harus terus belajar dan berusaha. Tiada kata terlambat bagi orang yang mau berubah.

ADOPT A TEACHER PROGRAM PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU

ADOPT A TEACHER PROGRAM
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU
(Hasil Pelatihan dari Sampoerna Fondation Teacher Instintut)
Oleh:
Dwi Wahyu dan Hj. Sumartini

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional dan profesionalitas pendidik dalam mengajar maka SFTI mengadakan pelatihanan guru yang terbagi dalam empat fase.
Empat fase tersebut adalah:
1. Guru : Menuju Profesionalitas dan Pengelolaan Kelas
2. Merencanakan Pembelajaran dan Assesment
3. Rubrik: Penilaian untuk Pembelajaran
4. PBL (Projek Based Learning/ Pembelajaran Berbasis Projek)

Secara khusus, pelatihan Adopt Teacher bertujuan untuk:
1. Memahami nilai kepemimpinan dalam profesionalitas guru
yang dibutuhkan dalam usaha membentuk pemimpin masa
depan.
2. Membuat perubahan sederhana berdasarkan nilai kepemimpinan dalam profesi guru melalui rencana kerja yang praktis dan terukur

A. Guru: Menuju Profesionalitas
Sosok Guru yang professional menurut SFTI adalah kreatif, penuh inovatif dan inisiatif, pembelajar dan berpikiran terbuka
Berpikiran terbuka maksudnya mau menerima kritikan dan masukkan baik dari siswa, atau yang lainnya.
Cara menerima masukkan dari siswa dapat dengan membuat Y card yang terdiri dari tiga hal yaitu:
1. Terlihat
2. Terdengar
3. Terasa
Contoh Y Card:
SOSOK GURU YANG PROFESIONAL



Terlihat



Terasa Terdengar






B. Pengelolaan Kelas
Pengelolaan Kelas harus diperhatikan karena bertujuan untuk:
1. Mampu mengidentifikasi kebutuhan siswa
2. Mampu merencanakan bagaiamana mengembangkan kesepakatan dan rutinitas kelas



Hal yang perlu diingat bahwa:
• Sekolah bukan hanya bangunan, kurikulum dan fasilitas yang canggih
• Sekolah adalah hubungan dan interaksi antarmanusia
• Pola interaksi efektif: antarsiswa, antarguru, guru dan siswa, dll.
Kelas yang sehat adalah kelas yang memenuhi kebutuhan
Psikologi Manusia, yaitu:
1. Kebutuhan untuk diterima
2. Kebutuhan untuk merasa berarti
3. Kebutuhan untuk merasa mampu
4. Kebutuhan untuk merasa aman
Fokus penting guru adalah memberikan apa yang siswa butuhkan bukan apa yang siswa inginkan. Kebutuhan dan Keinginan adalah dua hal yang berbeda.
Kebutuhan:
• Sesuatu yang harus dipenuhi
• Sesuatu yang mau dicapai dengan usaha
Keinginan:
• Sifatnya bervariasi artinya setiap orang berbeda-beda
• Contoh: keinginan untuk dihargai, diberi kebebasan, diterima di lingkungan, santai, nyaman, populer, dll.
Mengelola perilaku siswa untuk menciptakan lingkungan yang kondusif
Peraturan ada dua macam:
• Peraturan sekolah disebut dengan tata tertib sekolah
• Peraturan kelas dibuat oleh siswa anggota kelas tersebut disebut dengan kesepakatan

Mengelola Perilaku

Melalui





Peraturan Rutinitas


Menciptakan Menciptakan

Lingkungan belajar
Yang
konsusif


C. Pembelajaran yang Efektif
Faktor-faktor pembelajaran yang efektif adalah
1. Melakukan perencanaan pembelajaran dengan baik
2. Guru menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif
3. Menggunakan metode pembelajran variatif, inofatif, dan kreatif
4. Menggunakan waktu dengan efektif
5. Guru menguasai mateeri yang diajarkan
6. Melakukan refleksi dan evaluasi pembelajaran pada akhir pembelajaran

D. Assesment/ Penilaian
Assesment adalah proses pengumpulan, analisa, refleksi hasil pembelajaran siswa untuk mendapakan informasi dan membuat keputusan yang pasti untuk mengembangkan pembelajaran siswa,
Yang dapat dipelajari dalam pemberian assessment :
1. Tujuan Assesment
a. Assesment For Learning( Penilaian untuk Pembelajaran)
Guru menilai cara mengajarnya dengan melihat hasil belajar siswa atau penilaian dari siswa
b. Assesment As Learning( Penilaian sebagai Pembelajaran)
Siswa merefleksikan hasil belajar untuk memantau kemajuan belajar



c. Assesment Of learning ( Penilaian untuk Pembelajaran)
Guru menggunakn hasil belajar untuk mengukur ketercapaian SK, KD, indilator, apakah sudah sesuai dengan nilai yang ditentukan
2. Lima factor yang dapat meningkatkan pembelajaran melalui assessment
a. Menyampaikan feedback pada siswa
b. Siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran
c. Menyesuaikan teknik pengajaran kepada siswa
d. Menyadari pentingnya dampak assessment terhadap motivasi dan rasa percaya diri siswa
e. Siswa melakukan self- assessment dan mengetahui bagaiman untuk meningkatkan kinerjanya
3. Jenis-jenis dari penilaian / assessment
a. Diagnostik assessment
b. Formatif assessment
c. Sumative assessment

Komposisi Penilaian Yang Baik

OBSERVASI
Self assesment

Wawancara
Rubrik
Peer assessment
Diskusi
Portofolio

TEST


4. Penlaian yang efektif
a. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran kepada siswa
b. Membantu siswa mengetahui dan mengenali standar yang diinginkan untuk mencapai tujuan
c. Memberikan feedback yang dapat membantu siswa untuk mengidentifikasi bagaimana cara memperbaiki atau meningkatkan proses pembelajaran
d. Mempunyai keyakinan bahwas setiap siswa dapat memperbaiki hasil pembelajaran dibandingkan dengan prestasi yan dicapai sebelumnya
e. Baik guru maupun siswa selalu melakukan review dan refleksi terhadap kemajuan dan kenerja siswa
f. Siswa mempelajari teknik penilaian diri untuk mengetahui area yang perlu diperbaiki
5. Karakteristik dari penilaian untuk pembelajaran
a. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
b. Menggunakan teknik bertanya yang efektif sehingga guru menemukan, menganalisis, menggunakan dan mengetahui konsep yang belum dan sudah dipahami siswa
c. Menggunakan feedback dan marking


Tabel Refleksi Umpan Balik

Spesifik


Negatif Positif




Non-spesifik



Feedback dapat diberikan secara lisan dan tertulis
6. Penilaian diri dan sebaya
a. Penilaian Diri (Self Assessment)
Jika siswa dapat menilai diri sendiri, mereka akan mengetahui permasalahan yang dihadapi dan mereka dapat memiliki ide yang lebih jelas bagaimana mereka berkembang lebih baik
b. Penilaian Sebaya (Peer Assessment)
Peer assessment dapat menjadi efektif karena siswa mendapatkan klarifikasi dari ide-ide mereka dan memahami tujuan dari pembelajaran dan criteria penilaian dari tugas-tugas yang diberikan kepada siswa

E. Mengembangkan Kemampuan Bertanya
Pertanyaan dalam pembelajaran dapat mendayagunakan kekuatan dari rasa penasaran dan keingintahuan sebagai katalis dalam pembelajaran.
Hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan sbb.:
1. Pertanyaan yang baik
a. Memiliki tujuan
b. Jelas
c. Singkat
d. Alami/ menggunakan bahasa yang sederhana
e. Membangkitkan pemikiran
f. Dibatasi
g. Disesuikan dengan jenjang umur dan pendidikan
2. Prinsip Pertanyaan
a. Sampaikan pertanyaan sehingga semua siswa meras dilibatkan
b. Seimbangkan pertanyaan tentang fakata dan yang membangkitkan pemikiran
c. Tanyakan jenis pertanyaan yang bervariasi ( sederhana, kompleks)
d. Mendorong tanggapan yang bersinambung dan tidak terlalu pendek (ya/ tidak). Jika terpaksa , ikuti dengan pertanyaan berlanjut dan mendorong tebakan
e. Gunakan teknik: 1) bertanya, 2) beri jeda waktu, 3) nama siswa
f. Pastikan pertanyaan terdengar
g. Buat pertanyaan menjadi pribadi (Bayagkan kamu menjadi … apa yang kamu lakukan?)
h. Beri kesan ‘bersama dalam mencari solusi’ dengan ‘Bagaimana kita dapat…?’
3. Tiga kategori pertanyaan
a. Pertanyaan Tersurat (On the line)
b. Pertanyaan Tersirat ( Between the line)
c. Pertanyaan Reflektif (Beyond the line)
4. Tingkatan berpikir (Taksonomi Bloom)
a. Mengingat (Remembering)
b. Memahami (Comprehension)
c. Aplikasi (Aplication)
d. Analisa (Analysis)
e. Evaluasi (Evaluation)
f. Mencipta (Synthesis)

F. Pembelajaran Berbasis Projek (PBP)/ Projek Based Learning (PBL)
PBL ialah projek individual atau kelompok yang dilaksanakn dalam suatu periode waktu untuk menghasilkan suatu produk yang hasilnya akan ditampilkan dan dipresentasikan dan digunakan di sekitar masyarakat.
Bentuk PBL:
a. Dapat dilakukan sendiri atau kelompok
b. Produknya harus dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat
c. Berintegral dengan mata pelajaran lain
d. Menggunakan banyak sumber
e. Tidak selalu menhabiskan uang yang banyak
f. Spektakuler
g. Dilaksanakan oleh siswa
Langkah-langkah membuat PBL akan tertuang dalam poster PBL:
a. Menentukan tema, judul, produk
b. Membuat roda kurikulum
c. Menyusun rubrik penilaian
d. Membuat pertanyaan
e. Menentukan alur waktu pengerjaan projek / durasi (Plan, Do)
f. Mengadakan refleksi (siswa dan guru)




Terima Kasih










ADOPT TEACHER PROGRAM
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU
(disampaikan dalam rangka Kegiatan Peningkatan Profesionalisme
Guru SMP Negeri 1 Klari)
Karawang, 17 Oktober 2009









Disampaikan Oleh:
Dwi Wahyu Ariani, S.Pd.
Hj. Sumartini, S.Pd.










PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KARAWANG
DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA, DAN OLAHRAGA
SMP NEGERI 1 KLARI
TAHUN PELAJARAN 2009/ 2010

MEWUJUDKAN SISWA YANG BERBUDAYA DAN BERMARTABAT

MEWUJUDKAN SISWA YANG BERBUDAYA
DAN BERMARTABAT
Oleh:
Dwi Wahyu Ariani, S,Pd. (Guru SMPN 1 Klari)

Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan ynag diperlukan dirinya. Pengertian tersebut dilanjutkan dengan pasal 3 yang memuat tentang tujuan Pendidikan Nasional yang berbunyi, “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potendi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (SFTI,2008:1)
Demikian luhur dan mulianya tujuan pendidikan nasional untuk membentuk karakter anak bangsa yang berbudaya agar dihasilkan sumber daya yang bermutu yang mampu mengelola sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pemahaman baik orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, maupun masyarakat luas. Usaha yang sistematik , sinergi, dan terus menerus serta selalu berinovasi akan sangat membantu ketercapaian tujuan pendidikan tersebut.
Pendidikan pada dasarnya adalah memadukan kompetensi iman, ilmu, dan amal (Wasliman,2008:2). Maksudnya adalah di sekolah siswa akan mencari dan mengembangkan ilmu (knowledge) baik yang sudah dimiliki sebelumnya atau tambahan dari pengajar, teman atau dari sumberl lainnya. Pengetahuan yang dimiliki itu akan mengembangkan keterampilan (skill). Kedua kemampuan itu harus didasari oleh nilai-nilai dasar (value) agar knowledge dan skills yang dimiliki tidak memberikan pengaruh yang buruk tetapi akan membentuk siswa menjadi insane yang cerdas dan berbudaya.

Nah, sekarang yang jadi pertanyaan adalah apakah dengan memiliki knowledge, skills dan value yang kuat akan dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional? Jawabannya tentu tak semudah pengucapan. Masih ada lagi yang harus ditengok dan perlu dikaji secara lebih mendalam. Hal tersebut dapat dirumuskan sbb.:
1. Perilaku apa sajakah yang dianggap menyimpang dari norma kehidupan dalam masyarakat?
2. Mengapa perilaku siswa yang yang menyimpang dari norma itu dapat terjadi?
Bagaimana caranya agar siswa dapat bersikap (attitude) dan memiliki kebiasaan (habbit) yang berbudaya dan bermartabat?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa bermartabat ialah tingkat harkat kemanusiaan, sedangkan berbudaya adalah mempunyai budaya, mempunyai pikiran dan akal yang sudah maju, membiasakan suatu perbuatan yang baik (2001: 170)
Permasalahan yang berupa perilaku siswa yang dianggap menyimpang dari norma kehidupan dalam masyarakat
a. Siswa sekarang lebih cenderung bersikap cuek atau masa bodoh
Mereka kurang menghargai orang lain baik itu guru dan pegawai sekolah yang notabene usianya di atas mereka. Padahal dalam kehidupan masyarakat adat timur khususnya di Indonesia, orang yang lebih muda wajib kiranya menghargai
dan menghormati orang yang usianya di atas mereka. Hal itu tidak hanya pada orang tuanya saja ,tetapi juga untuk orang lain. Salam, sapa, dan senyum yang biasanya diterapkan sekolah kadang diabaikan oleh warganya karena siswa menganggap bahwa ketiga hal itu tidak berpengaruh langsung pada nilai bidang studi. Siswa akan lebih cenderung menegur guru bidang studi yang mengajarnya saja. Jadi, siswa tidak harus menerapkan ketiga hal itu untuk guru lain, apalagi untuk pegawai sekolah misalnya staf tata usaha, satpam, dan petugas kebersihan sekolah.
b. Siswa kurang dapat menghargai waktu
Waktu adalah kesempatan yang tidak akan terulang lagi. Canda, tawa, dan hura-hura sudah identik dengan anak muda. Anak muda yang dapat menghargai dan mengelola waktu dengan baik akan dapat mengisi waktunya dengan kegiatan yang positif. Tetapi sebaliknya, siswa yang kurang dapat menghargai waktu akan melewatkan waktu demikian saja tanpa berbuat apa-apa dan tanpa kesadaran bahwa banyak hal yang bisa dikerjakan dalam waktu tersebut. Sangat disayangkan apabila generasi muda hanya memanfaatkan waktu dengan canda tawa tanpa dibarengi dengan kegiatan yang bermanfaat untuk membangun masa depannya.
c. Kedisiplinan sering diabaikan
Disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan pada peraturan. Peraturan yang dimaksud dalam sekolah adalah tata tertib sekolah. Setiap sekolah memiliki tata tertib yang berbeda dengan sekolah lain karena pembuatan tata tertib disesuaikan dengan kebutuhan sekolah tersebut. Tata tertib dibuat untuk mengatur tatanan kehidupan di sekolah agar berjalan secara lancar, tertib. Tapi kenyataannya, pelanggaran demi pelanggaran dari waktu ke waktu terus dilakukan oleh siswa. Bahkan yang lebih ironis lagi apabila mendengar komentar siswa bahwa peraturan ada untuk dilanggar bukan untuk ditaati. Masya Allah.
d. Tawuran atau perkelahian yang meresahkan banyak pihak
Orang yang berbudaya dan bermartabat akan lebih mengedepankan komunikasi daripada mengedepankan kekuatan otot atau fisik semata. Tawuran atau perkelahian yang dilakukan siswa, jelas bukanlah mencerminkan masyarakat
yang berpendidikan dan berakal sehat. Nama baik individu, orang tua, instansi pendidikan, dan lembaga pendidikan Indonesia tercoreng dengan perbuatan tersebut. Orang tua dan para pendidik jelas sudah memberi pemahaman tentang hal tersebut, tetapi anak muda lebih suka mengambil jalan keluar sendiri tanpa berpikir panjang bahwa banyak pihak yang jadi korban dari perbuatan itu.
e. Penyalahgunaan alat komunikasi dan kecanggihan teknologi
Zaman semakin berkembang. Teknologi sudah tidak terbendung lagi. Aplikasi perkembangan zaman dan teknologi sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Siswa tak dapat lepas dari wilayah itu. Justru siswa diajarkan untuk mengikuti perkembangan tersebut karena kelak mereka yang harus mengembangkan teknologi . Tapi perkembangan yang bagaimanakah yang diperlukan siswa? Jawabannya jelas, perkembangan yang positif yang dibutuhkan siswa untuk membuatnya berkembang secara knowledge dan harus didasarkan pada nilai-nilai agama yang jadi dasar kehidupan. Kenyataan di lapangan sangat berbeda dengan yang diharapkan. Siswa banyak yang menguasai teknologi di bidang komunikasi yaitu penggunaan telepon genggam dan internet. Banyak yang memanfaatkan untuk mendukung pembelajaran di sekolah, tetapi lebih banyak pula yang menyalahgunakan kemampuan itu untuk hal-hal yang tidak senonoh.
f. Penggunaan obat terlarang
Obat terlarang sudah jelas akan menghancurkan fisik dan batin manusia. Kesenangan dan kenikmatan semu yang sudah dibahas di seluruh media tidak membuat sebagian anak muda gentar untuk mencoba dan menikmati benda terlarang tersebut. Sanksi yang cukup keras yang diberikan oleh pihak sekolah, aparat negara, dan masyarakat tidak membuat mereka jera.
Hal-hal yang dapat menyebabkan penyimpangan perilaku siswa yang menyimpang dari norma masyarakatu dapat terjadi.
Mengetahui kenyataan di atas, ada pertanyaan yang kembali harus dijawab. Mengapa mereka bisa melakukan hal-hal tersebut yang jelas-jelas akan merugikan diri mereka sendiri? Ketidaktahuan, ketidakpedulian ataukah ada hal-hal lain yang menyebabkan itu semua terus terjadi.
Berdasarkan hasil pendataan, observasi, dan analisis yang dilakukan, hal-hal atau alasan yang penyebabkan penyimpangan / pelanggaran tersebut dapat terjadi adalah :
a. Peranan orang tua sebagai pengontrol masih kurang
Banyak orang tua yang merasa cukup dengan memenuhi kebutuhan fisik anak. Padahal, kebutuhan anak tidak hanya bersifat fisik saja. Kebutuhan batin tidaklah dapat ditinggalkan. Kepercayaan yang deberikan orang tua kepada anak harus diikuti dengan fungsi control dari orang tua, Jadi, ada keseimbangan antara kebutuhan anak dan kebebasan anak. Lain kata adalah anak bebas tapi bertanggung jawab.
b. Peraturan sekolah yang tidak berubah-ubah dari tahun ke tahun
Peraturan adalah arahan tentang apa yang harus dilakukan siswa untuk mewujudkan lingkungan sekolah yang kondusif. (Adopt Teacher, SFTI). Peraturan dibuat untuk mengatur apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh siswa. Peraturan harus selalu berubah sesuai perkembangan yang ada di sekolah. Peraturan yang baik adalah peraturan yang bisa menjawab segala permasalahan yang dihadapi dalam sekolah tersebut. Jika peraturan tersebut tidak berubah setiap tahunnya maka jika ada permasalahan yang muncul yang tidak terdapat dalam aturan tersebut bisa jadi penanganan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Dan celakanya lagi siswa dapat mengelak sanksi yang harus diberikan oleh sekolah karena memang tidak ada kesepakatan sebelumnya.
c. Usia anak sekolah adalah usia yang menuntut rasa keingintahuan
Secara psikologi usia dini dan remaja adalah usia anak yang ingin mencoba segala sesuatu yang sebelumnya tidak pernah mereka temukan ataupun mereka lakukan. Keingintahuan yang begitu besar tersebut apabila tidak dibimbing dan didasari nilai keimanan maka akan dengan mudahnya terjerumus pada hal-hal yang membahayakan dirinya dan orang lain.
d. Lingkungan bermasyarakat yang kurang sehat
Kurang sehat di sini maksudnya sehat secara jasmani dan rokhani. Masyarakat mempunyai andil yang sangat besar dalam perkembangan jiwa dan perilaku anak. Waktu anak di rumah lebih banyak daripada di sekolah. Jika lingkungan pergaulan kurang sehat dan kontrol orang tua lemah maka kemungkinan terpengaruh pada hal-hal yang negatif juga lebih besar. Keingintahuan dan rasa ingin mencoba sesuatu yang baru menjadi faktor yang memudahkan seseorang untuk mengajak anak ke hal-hal yang kurang dipahami betul atau salahnya oleh anak.
e. Pemberian sanksi yang kurang tegas
Sanksi adalah hukuman yang diberikan kepada siswa atau warga sekolah yang melanggar tata karma dan tata tertib kehidupan social sekolah, khususnya larangan yang eksplisit ditetapkan oleh sekolah. Sekolah terkadang dalam memberikan sanksi dirasa kurang tegas karena ada rasa keseganan terhadap dampak yang akan ditimbulkan dalam penerapan sanksi tersebut. Ada kalanya orang tua atau wali murid tidak dapat menerima apabila anaknya diberi sanksi oleh pihak sekolah. Padahal, sanksi diberikan dalam rangka mendidik siswa itu sendiri agar kelak siswa mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana yang benar dan mana yang salah.
f. Dasar-dasar penerapan nilai agama yang kurang
Nilai-nilai agama atau kehidupan itu sendiri kadang kurang diterapkan oleh siswa. Pelajaran agama lebih cenderung hanya dipelajari dalam kelas dan kurang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Membentuk Siswa agar Dapat Bersikap (attitude) dan Memiliki Kebiasaan (habbit) yang Berbudaya dan Bermartabat adalah:

a. Meningkatkan perhatian orang tua terhadap kegiatan anak baik di sekolah maupun di luar sekolah
Orang tua dilibatkan secara langsung untuk mengawasi kegiatan anaknya terutama kegiatan yang dilakukan di luar pengawasan orang tua. Penyusunan tata tertib juga harus melibatkan orang tua sehingga jika suatu waktu siswa melakukan pelanggaran dengan sendirinya orang tua sudah mengetahui sanksi yang akan diterima oleh anaknya. Kegiatan di sekolah yang berbeda dengan kegiatan biasanya harus diinformasikan kepada orang tua siswa.
b. Peraturan/ tata tertib sekolah harus selalu diperbaharui
Peraturan yang baik adalah peraturan yang dapat menjawab segala permasalahan yang akan atau diperkirakan bisa muncul dalam sekolah. Peraturan yang dibuat untuk tahun lalu belum tentu sesuai dengan tahun sekarang. Oleh sebab itu, perlu kiranya masyarakat sekolah baik guru, siswa atau personil yang lain dilibatkan dalam proses pembuatannya. Semakin banyak yang terlibat maka semakin banyak pula yang ikut memiliki perarturan tersebut.
c. Pembelajaran yang mampu membangun karakter positif anak
Rasa keingintahuan anak yang besar harus dapat terpenuhi. Oleh sebab itu, dibutuhkan pembelajaran yang positif yang dapat mengggali potensi siswa. Pembelajaran yang positif adalah pembelajaran yang mampu mengembangkan beragam potensi kecerdasan anak baik kecerdasan intelektual, social-emosional, fisikal maupun kecerdasan spiritual (Guru yang bahagia; Iim Wasliman)
Pembenahan lingkungan tempat belajar dan tempat tinggal anak Lingkungan di rumah adalah tanggung jawab orang tua dan masyarakat sepenuhnya. Lingkungan di sekolah adalah tanggung jawab bersama antara lembaga pendidikan, masyarakat, dan pemerintah. Lingkungan sekolah harus dapat membentuk akhlak mulia dan berbudi pekerti yang luhur serta dapat meningkatkan prestasi siswa. Sopan santun, pergaulan, kedisiplinan, dan ketertiban harus terjaga dan terpelihara dengan baik.
d. Pemberian sanksi yang tegas, sesuai tindak pelanggaran yang dilakukan siswa
Sanksi yang tegas sangat dibutuhkan agar warga sekolah mengetahui bahwa apa yang sudah disepakati dalam penentuan peraturan tersebut tidak hanya dijadikan bahan hiasan atau gertak semata, tapi benar-benar diterapkan dalam kegiatan keseharian jika terjadi tindak pelanggran. Dengan sendirinya guru akan dihargai karena berani melakukan tindakan dan konsisten terhadap aturan, sedangkan siswa akan menjadi segan karena jika ia melanggar ia akan benar-benar mendapat sanksi. Yang perlu diingat adalah pemberian sanksi tidak bersifat hukuman fisik dan tidak menimbulkan trauma psikologis bagi si anak.
e. Menerapkan dasar-dasar nilai agama dalam segala aspek kehidupan
Indonesia pada umumnya dan Karawang pada khususnya dikenal masyarakat luas sebagai kota yang religius. Artinya, banyak sendi kehidupan yang didasarkan pada agama. Oleh sebab itu, peraturan yang ada di sekolah dan tata cara berkehidupan di sekolah haruslah didasarkan pada agama. Anak harus benar-benar mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Kegiatan mana yang menghasilkan pahala dan kegiatan apa yang mangakibatkan dosa.
Perlu diingat pula bahwa anak adalah individu yang utuh yang ingin di hargai dan diperlakukan sebagai manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Di tangan merekalah kelak masa depan bangsa Indonesia akan dipegang. Siswa yang mempunyai sikap hidup dan berbudaya yang baik dan kebiasaaan yang positif serta bermartabat dan terjaga secara intensif maka mereka kelak akan menjadi pemimpin bangsa yang yang dapat diandalkan sehingga kekayaan alam Indonesia dapat mereka kelola dengan baik sebagai amanah dari rakyat dan Allah SWT.

**d/w**

DAFTAR PUSTAKA

_______. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Tahun 2003. Jakarta: PT Sekala Jalmakarya.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Iim Wasliman. 2008. Guru yang Bahagia. Bandung
Institute, Sampoerna Fondation Teacher.2008. Implementasi Lesson Study,
Program Pengembangan Profesionalitas Pendidik dan Tenaga
Kependidikan. Bandung: UPI
Tim Pengembang SFTI. 2009. Adopt Teacher. Jakarta: SFTI

MEWUJUDKAN SISWA YANG BERBUDAYA DAN BERMARTABAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan ynag diperlukan dirinya. Pengertian tersebut dilanjutkan dengan pasal 3 yang memuat tentang tujuan Pendidikan Nasional yang berbunyi, “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potendi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (SFTI,2008:1)
Demikian luhur dan mulianya tujuan pendidikan nasional untuk membentuk karakter anak bangsa yang berbudaya agar dihasilkan sumber daya yang bermutu yang mampu mengelola sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pemahaman baik orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, maupun masyarakat luas. Usaha yang sistematik , sinergi, dan terus menerus serta selalu berinovasi akan sangat membantu ketercapaian tujuan pendidikan tersebut.
Pendidikan pada dasarnya adalah memadukan kompetensi iman, ilmu, dan amal (Wasliman,2008:2). Maksudnya adalah di sekolah siswa akan mencari dan mengembangkan ilmu (knowledge) baik yang sudah dimiliki sebelumnya atau tambahan dari pengajar, teman atau dari sumberl lainnya. Pengetahuan yang dimiliki itu akan mengembangkan keterampilan (skill). Kedua kemampuan itu harus didasari oleh nilai-nilai dasar (value) agar knowledge dan skills yang dimiliki tidak memberikan pengaruh yang buruk tetapi akan membentuk siswa menjadi insane yang cerdas dan berbudaya.
1
B. Permasalahan
Nah, sekarang yang jadi pertanyaan adalah apakah dengan memiliki knowledge, skills dan value yang kuat akan dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional? Jawabannya tentu tak semudah pengucapan. Masih ada lagi yang harus ditengok dan perlu dikaji secara lebih mendalam. Hal tersebut dapat dirumuskan sbb.:
1. Perilaku apa sajakah yang dianggap menyimpang dari norma kehidupan dalam masyarakat?
2. Mengapa perilaku siswa yang yang menyimpang dari norma itu dapat terjadi?
3. Bagaimana caranya agar siswa dapat bersikap (attitude) dan memiliki kebiasaan (habbit) yang berbudaya dan bermartabat?

C. Strategi Pemecahan Masalah
Strategi yang digunakan untuk menyusun karya tulis ini adalah Pengamatan/ obsevasi, pendataan, dan analisis terhadap perilaku siswa, instrumen yang ada, masyarakat, dan lingkungan sekitar sekolah.
Tahapan dalam pelaksanaaan strategi penulisan karya tulis ini adalah:
1. Menemukan permasalahan yang berupa perilaku yang dianggap menyimpang dari norma kehidupan dalam masyarakat
2. Menemukan penyebab perilaku siswa yang menyimpang itu dapat terjadi
3. Upaya yang bagaimana agar siswa dapat bersikap (attitude) dan memiliki kebiasaan (habbit) yang berbudaya dan bermartabat?




BAB II
PEMBAHASAN

A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Alasan dipilihnya strategi pemecahan masalah dengan melalui tiga tahap di atas adalah:
1. Objek permasalahan terdapat di lingkungan kerja sehingga mudah untuk diteliti
2. Waktu yang digunakan bersamaan dengan waktu belajar
3. Tidak membutuhkan biaya yang besar
4. Permasalahan yang ada merupakan permasalahan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
5. Penulis tertarik dengan permasalahan perilaku, kebiasaan, dan perkembangan siswa
6. Pergerakkan siswa sangat dinamis sehingga perlu penanganan yang berkelanjutan
7. Rekap data kasus yang ada di sekolah menunjukkan tentang berbagai macam perilaku siswa setiap tahun semakin meningkat.

B. Hasil atau Dampak yang Dicapai dari Strategi yang Dipilih
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa bermartabat ialah tingkat harkat kemanusiaan, sedangkan berbudaya adalah mempunyai budaya, mempunyai pikiran dan akal yang sudah maju, membiasakan suatu perbuatan yang baik (2001: 170)
Mewujudkan siswa yang berbudaya dan bermartabat ditemukan berbagai hal yang akan dijelaskan dalam tahap-tahap strategi penulisan.
1. Permasalahan yang berupa perilaku siswa yang dianggap menyimpang dari norma kehidupan dalam masyarakat
a. Siswa sekarang lebih cenderung bersikap cuek atau masa bodoh.
Mereka kurang menghargai orang lain baik itu guru dan pegawai sekolah yang notabene usianya di atas mereka. Padahal dalam kehidupan masyarakat adat timur khususnya di Indonesia, orang yang lebih muda wajib kiranya menghargai
3
dan menghormati orang yang usianya di atas mereka. Hal itu tidak hanya pada orang tuanya saja ,tetapi juga untuk orang lain. Salam, sapa, dan senyum yang biasanya diterapkan sekolah kadang diabaikan oleh warganya karena siswa menganggap bahwa ketiga hal itu tidak berpengaruh langsung pada nilai bidang studi. Siswa akan lebih cenderung menegur guru bidang studi yang mengajarnya saja. Jadi, siswa tidak harus menerapkan ketiga hal itu untuk guru lain, apalagi untuk pegawai sekolah misalnya staf tata usaha, satpam, dan petugas kebersihan sekolah.
b. Siswa kurang dapat menghargai waktu.
Waktu adalah kesempatan yang tidak akan terulang lagi. Canda, tawa, dan hura-hura sudah identik dengan anak muda. Anak muda yang dapat menghargai dan mengelola waktu dengan baik akan dapat mengisi waktunya dengan kegiatan yang positif. Tetapi sebaliknya, siswa yang kurang dapat menghargai waktu akan melewatkan waktu demikian saja tanpa berbuat apa-apa dan tanpa kesadaran bahwa banyak hal yang bisa dikerjakan dalam waktu tersebut. Sangat disayangkan apabila generasi muda hanya memanfaatkan waktu dengan canda tawa tanpa dibarengi dengan kegiatan yang bermanfaat untuk membangun masa depannya.
c. Kedisiplinan sering diabaikan.
Disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan pada peraturan. Peraturan yang dimaksud dalam sekolah adalah tata tertib sekolah. Setiap sekolah memiliki tata tertib yang berbeda dengan sekolah lain karena pembuatan tata tertib disesuaikan dengan kebutuhan sekolah tersebut. Tata tertib dibuat untuk mengatur tatanan kehidupan di sekolah agar berjalan secara lancar, tertib. Tapi kenyataannya, pelanggaran demi pelanggaran dari waktu ke waktu terus dilakukan oleh siswa. Bahkan yang lebih ironis lagi apabila mendengar komentar siswa bahwa peraturan ada untuk dilanggar bukan untuk ditaati. Masya Allah.
d. Tawuran atau perkelahian yang meresahkan banyak pihak.
Orang yang berbudaya dan bermartabat akan lebih mengedepankan komunikasi daripada mengedepankan kekuatan otot atau fisik semata. Tawuran atau perkelahian yang dilakukan siswa, jelas bukanlah mencerminkan masyarakat
4
yang berpendidikan dan berakal sehat. Nama baik individu, orang tua, instansi pendidikan, dan lembaga pendidikan Indonesia tercoreng dengan perbuatan tersebut. Orang tua dan para pendidik jelas sudah memberi pemahaman tentang hal tersebut, tetapi anak muda lebih suka mengambil jalan keluar sendiri tanpa berpikir panjang bahwa banyak pihak yang jadi korban dari perbuatan itu.


e. Penyalahgunaan alat komunikasi dan kecanggihan teknologi.
Zaman semakin berkembang. Teknologi sudah tidak terbendung lagi. Aplikasi perkembangan zaman dan teknologi sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Siswa tak dapat lepas dari wilayah itu. Justru siswa diajarkan untuk mengikuti perkembangan tersebut karena kelak mereka yang harus mengembangkan teknologi . Tapi perkembangan yang bagaimanakah yang diperlukan siswa? Jawabannya jelas, perkembangan yang positif yang dibutuhkan siswa untuk membuatnya berkembang secara knowledge dan harus didasarkan pada nilai-nilai agama yang jadi dasar kehidupan. Kenyataan di lapangan sangat berbeda dengan yang diharapkan. Siswa banyak yang menguasai teknologi di bidang komunikasi yaitu penggunaan telepon genggam dan internet. Banyak yang memanfaatkan untuk mendukung pembelajaran di sekolah, tetapi lebih banyak pula yang menyalahgunakan kemampuan itu untuk hal-hal yang tidak senonoh.
f. Penggunaan obat terlarang.
Obat terlarang sudah jelas akan menghancurkan fisik dan batin manusia. Kesenangan dan kenikmatan semu yang sudah dibahas di seluruh media tidak membuat sebagian anak muda gentar untuk mencoba dan menikmati benda terlarang tersebut. Sanksi yang cukup keras yang diberikan oleh pihak sekolah, aparat negara, dan masyarakat tidak membuat mereka jera.

2. Penyebab Penyimpangan Perilaku Siswa yang Menyimpang dari Norma Masyarakatu dapat terjadi
Mengetahui kenyataan di atas, ada pertanyaan yang kembali harus
5
dijawab. Mengapa mereka bisa melakukan hal-hal tersebut yang jelas-jelas akan merugikan diri mereka sendiri? Ketidaktahuan, ketidakpedulian ataukah ada hal-hal lain yang menyebabkan itu semua terus terjadi.
Berdasarkan hasil pendataan, observasi, dan analisis yang dilakukan, hal-hal atau alasan yang penyebabkan penyimpangan / pelanggaran tersebut dapat terjadi adalah :
a. Peranan orang tua sebagai pengontrol masih kurang.
Banyak orang tua yang merasa cukup dengan memenuhi kebutuhan fisik anak. Padahal, kebutuhan anak tidak hanya bersifat fisik saja. Kebutuhan batin tidaklah dapat ditinggalkan. Kepercayaan yang deberikan orang tua kepada anak harus diikuti dengan fungsi control dari orang tua, Jadi, ada keseimbangan antara kebutuhan anak dan kebebasan anak. Lain kata adalah anak bebas tapi bertanggung jawab.
b. Peraturan sekolah yang tidak berubah-ubah dari tahun ke tahun.
Peraturan adalah arahan tentang apa yang harus dilakukan siswa untuk mewujudkan lingkungan sekolah yang kondusif. (Adopt Teacher, SFTI). Peraturan dibuat untuk mengatur apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh siswa. Peraturan harus selalu berubah sesuai perkembangan yang ada di sekolah. Peraturan yang baik adalah peraturan yang bisa menjawab segala permasalahan yang dihadapi dalam sekolah tersebut. Jika peraturan tersebut tidak berubah setiap tahunnya maka jika ada permasalahan yang muncul yang tidak terdapat dalam aturan tersebut bisa jadi penanganan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Dan celakanya lagi siswa dapat mengelak sanksi yang harus diberikan oleh sekolah karena memang tidak ada kesepakatan sebelumnya.
c. Usia anak sekolah adalah usia yang menuntut rasa keingintahuan.
Secara psikologi usia dini dan remaja adalah usia anak yang ingin mencoba segala sesuatu yang sebelumnya tidak pernah mereka temukan
6
ataupun mereka lakukan. Keingintahuan yang begitu besar tersebut apabila tidak dibimbing dan didasari nilai keimanan maka akan dengan mudahnya terjerumus pada hal-hal yang membahayakan dirinya dan orang lain.
d. Lingkungan bermasyarakat yang kurang sehat.
Kurang sehat di sini maksudnya sehat secara jasmani dan rokhani. Masyarakat mempunyai andil yang sangat besar dalam perkembangan jiwa dan perilaku anak. Waktu anak di rumah lebih banyak daripada di sekolah. Jika lingkungan pergaulan kurang sehat dan kontrol orang tua lemah maka kemungkinan terpengaruh pada hal-hal yang negatif juga lebih besar. Keingintahuan dan rasa ingin mencoba sesuatu yang baru menjadi faktor yang memudahkan seseorang untuk mengajak anak ke hal-hal yang kurang dipahami betul atau salahnya oleh anak.
e. Pemberian sanksi yang kurang tegas.
Sanksi adalah hukuman yang diberikan kepada siswa atau warga sekolah yang melanggar tata karma dan tata tertib kehidupan social sekolah, khususnya larangan yang eksplisit ditetapkan oleh sekolah. Sekolah terkadang dalam memberikan sanksi dirasa kurang tegas karena ada rasa keseganan terhadap dampak yang akan ditimbulkan dalam penerapan sanksi tersebut. Ada kalanya orang tua atau wali murid tidak dapat menerima apabila anaknya diberi sanksi oleh pihak sekolah. Padahal, sanksi diberikan dalam rangka mendidik siswa itu sendiri agar kelak siswa mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana yang benar dan mana yang salah.
f. Dasar-dasar penerapan nilai agama yang kurang.
Nilai-nilai agama atau kehidupan itu sendiri kadang kurang diterapkan oleh siswa. Pelajaran agama lebih cenderung hanya dipelajari dalam kelas dan kurang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Membentuk Siswa agar Dapat Bersikap
7
(attitude) dan Memiliki Kebiasaan (habbit) yang Berbudaya dan Bermartabat
Cara yang dapat dilakukan untuk membuat siswa bersikap (attitude) dan mempunyai kebiasaan (habbit) berbudaya dan bermartabat adalah:
a. Meningkatkan perhatian orang tua terhadap kegiatan anak baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Orang tua dilibatkan secara langsung untuk mengawasi kegiatan anaknya terutama kegiatan yang dilakukan di luar pengawasan orang tua. Penyusunan tata tertib juga harus melibatkan orang tua sehingga jika suatu waktu siswa melakukan pelanggaran dengan sendirinya orang tua sudah mengetahui sanksi yang akan diterima oleh anaknya. Kegiatan di sekolah yang berbeda dengan kegiatan biasanya harus diinformasikan kepada orang tua siswa.

b. Peraturan/ tata tertib sekolah harus selalu diperbaharui.
Peraturan yang baik adalah peraturan yang dapat menjawab segala permasalahan yang akan atau diperkirakan bisa muncul dalam sekolah. Peraturan yang dibuat untuk tahun lalu belum tentu sesuai dengan tahun sekarang. Oleh sebab itu, perlu kiranya masyarakat sekolah baik guru, siswa atau personil yang lain dilibatkan dalam proses pembuatannya. Semakin banyak yang terlibat maka semakin banyak pula yang ikut memiliki perarturan tersebut.
c. Pembelajaran yang mampu membangun karakter positif anak
Rasa keingintahuan anak yang besar harus dapat terpenuhi. Oleh sebab itu, dibutuhkan pembelajaran yang positif yang dapat mengggali potensi siswa. Pembelajaran yang positif adalah pembelajaran yang mampu mengembangkan beragam potensi kecerdasan anak baik kecerdasan intelektual, social-emosional, fisikal maupun kecerdasan spiritual (Guru yang bahagia; Iim Wasliman)
d. Pembenahan lingkungan tempat belajar dan tempat tinggal anak Lingkungan di rumah adalah tanggung jawab orang tua dan
8
masyarakat sepenuhnya. Lingkungan di sekolah adalah tanggung jawab bersama antara lembaga pendidikan, masyarakat, dan pemerintah. Lingkungan sekolah harus dapat membentuk akhlak mulia dan berbudi pekerti yang luhur serta dapat meningkatkan prestasi siswa. Sopan santun, pergaulan, kedisiplinan, dan ketertiban harus terjaga dan terpelihara dengan baik.
e. Pemberian sanksi yang tegas sesuai tindak pelanggaran yang dilakukan siswa
Sanksi yang tegas sangat dibutuhkan agar warga sekolah mengetahui bahwa apa yang sudah disepakati dalam penentuan peraturan tersebut tidak hanya dijadikan bahan hiasan atau gertak semata, tapi benar-benar diterapkan dalam kegiatan keseharian jika terjadi tindak pelanggran. Dengan sendirinya guru akan dihargai karena berani melakukan tindakan dan konsisten terhadap aturan, sedangkan siswa akan menjadi segan karena jika ia melanggar ia akan benar-benar mendapat sanksi. Yang perlu diingat adalah pemberian sanksi tidak bersifat hukuman fisik dan tidak menimbulkan trauma psikologis bagi si anak.
f. Menerapkan dasar-dasar nilai agama dalam segala aspek kehidupan
Indonesia pada umumnya dan Karawang pada khususnya dikenal masyarakat luas sebagai kota yang religius. Artinya, banyak sendi kehidupan yang didasarkan pada agama. Oleh sebab itu, peraturan yang ada di sekolah dan tata cara berkehidupan di sekolah haruslah didasarkan pada agama. Anak harus benar-benar mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Kegiatan mana yang menghasilkan pahala dan kegiatan apa yang mangakibatkan dosa.

C. Kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih
Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan strategi yang dipilih adalah:
1. Tahap Menemukan permasalahan yang berupa perilaku yang dianggap
9
menyimpang dari norma kehidupan dalam masyarakat
- Permasalahan sangat beragam sehingga harus dipilah dan dipilih
2. Tahap menemukan penyebab perilaku siswa yang menyimpang itu dapat terjadi
- Permasalahan sangat kompleks apabila diteliti dengan lebih cermat
- Banyaknya kasus yang ada di sekolah yang terkadang hanya diselesaikan tetapi tidak ditelusuri penyebabnya
3. Upaya yang bagaimana agar siswa dapat bersikap (attitude) dan memiliki kebiasaan (habbit) yang berbudaya dan bermartabat?
- Pengetahuan yang digunakan adalah pengetahuan yang didapat dari pengalaman
- Tidak adanya tindakan prefentif
- Tidak adanya tenaga ahli di bidang BP atau psikologi anak

D. Faktor-faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung yang ada adalah sbb.:
1. Terdatanya rekap data kasus yang ada di sekolah
2. Adanya semangat untuk terus bekerja demi perbaikan dunia pendidikan
3. Kerja sama yang terbangun dengan baik antara siswa, civitas akademika, dan masyarakat demi terciptanya suasana belajar yang lebih kondusif
4. Masih adanya kepedulian kepribadian siswa agar siswa saat ini tetap berbudaya dan bermartabat

E. Alternatif Pengembangan
Alternatif pengembangan yang dapat dihasilkan dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Permasalahan harus dikelompokkan berdasarkan jenis kasusnya sehingga mudah untuk pendataan
2. Setiap ada kasus atau permasalahan siswa yang muncul di harus di data dengan lengkap agar sekolah dapat menemukan penanganan yang tepat
3. Pengalaman dan pengetahuan akan lebih baik jika dipadukan sehingga antara pengetahuan yang sifatnya masih teori dapat diterapkan secara nyata dalam
10
kehidupan sehari-hari
4. Diperlukan tindakan prefentif sebelum kasus bermunculan
5. Perlu adanya tenaga ahli BP atau psikologi anak sehingga penanganan lebih profesional

Senin, 26 April 2010

Selamanya

Cinta adalah
misteri dalam hidupku
Yang tak pernah
kutahu akhirnya

Namun tak seperti
cintaku pada dirimu
Yang harus tergenapi
dalam kisah hidupku

Ku ingin slamanya
mencintai dirimu
sampai saat ku akan
menutup mata dan hidupku

Kku ingin slamanya
ada disampingmu
menyayangi dirimu
sampai waktu
kan memanggilku

Ku berharap
abadi dalam hidupku
mencintamu
bahagia untukku

Karena kasihku
hanya untuk dirimu
selamanya
kan tetap milikmu

Di relung sukmamu
melarutkan seluruh hidupku